MEDAN - DeteksiNusantara.Com. Para wartawan, LSM, Pegiat Hukum dan lingkungan bersama masyarakat yang terus mengikuti penanganan Laporan Pengaduan Sunani di Polda Sumut, mengendus kuatnya trik yang dimainkan komplotan mafia di belakang sejak awal dibuat laporan tersebut, dan setelah sejauh ini, semakin tampak jelas. Sabtu (28/9/2024).
Namun demikian, mengingat Kapolda Sumut saat ini dijabat Irjen Pol Whisnu Hermawan Februanto termasuk andalan Polri terutama di bidang penuntasan kasus-kasus kriminal, ditambah jati diri sosok yang bijaksana, masyarakat sangat yakin, mantan Dirtipideksus Bareskrim Polri itu sejak awal informasi kasus ini sampai kepadanya, sudah dapat mengidentifikasi fakta hukum yang sesungguhnya.
Hal itu disampikan Ketua LSM Gerakan Rakyat Anti Korupsi (GEBRAK), Max Donald, yang diketahui para wartawan mengaku akan terus mengikuti, mengawal jalannya proses hukum laporan pengaduan masyarakat bernama Sunani tersebut.
“Bapak Kapolda kita ini tak diragukan lagi ilmu Reskrim-nya, terbukti kasus-kasus besar yang sudah berhasil diungkapnya. Jadi, saya sangat yakin, Pak Whisnu gampang mengetahui kalau ada pihak yang mau coba-coba mengalihkan fakta hukum yang sesungguhnya dalam kasus ini,” tegas Max kepada wartawan.
Sekedar mengingatkan, sambung Max, “Karena awal kasus ini di masa Pak Irjen Agung, tentunya perlu dikilas balik sedikit ke belakang, kejanggalan-kejanggalan diduga komplotan mafia dalang di belakangnya, yang diduga sengaja menggiring laporan pengaduan Sunani menjadi kasus sengketa lahan, padahal faktanya kasus ini kriminal murni,”
“Saat Kades Gambus Laut Zaharuddin didatangi 3 pria di rumahnya dalam kondisi sakit. Saat itu Kades mengaku ditekan untuk mengakui lahan PT Jui Shin Indonesia dari tempat lain agar dipindahkan letaknya ke tempat lahan Sunani, seolah-olah tumpang tindih. Lalu Kades menyampaikan ke pihak PT Juishin tidak mungkin bisa. Karena itu akan ketahuan dari tanah sepandan perbatasan, sebab semua sudah jelas, dan Kades takut bila menuruti permintaan ketiga orang itu, malah dirinya (Kades) yang dipenjarakan Sunani." jelas Max.
Memang, sebelumnya Kades Gambus Laut ketika diwawancarai para wartawan mengatakan, "Pihak PT Jui Shin Indonesia menyuruh saya membatalkan surat jual beli tanah Bu Sunani dengan Salim Amiko. Saya jelas menolak, karena jual beli tanah itu sah, mana bisa saya sebagai Kades membatalkan jual beli tanah secara sepihak. Lalu pihak PT Jui Shin juga menyruh saya untuk tidak mengakui letak lahan Sunani berdampingan dengan lokasi penambangan perusahaan yang mereka wakili, saya dipaksa dengan bujukan agar berbohong soal letak lahan Sunani sebenarnya, namun saya sampai saat ini bertahan dengan fakta yang ada,” beber Kades Gambus Laut Zaharuddin.
Lanjut Kades, “Saya tidak pernah menandatangani surat untuk penerbitan perpanjangan dokumen Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) perusahaan penambang pasir kuarsa di desa kami ini, yang mana perusahaan tersebut yang setahu kami semua warga sini merupakan PT Jui Shin, kami gak pernah tahu itu perusahaan rupanya PT BUMI. Sebab saya bersama Camat Lima Puluh Pesisir tidak menghadiri undangan pertemuan yang diminta Cabang Dinas wilayah III, Dinas ESDM Sumut di Siantar itu, karena saat saya sebagai Kades dan Camat sedang melaksanakan tugas yang lain, tapi anehnya kok dokumen perpanjangan RKAB penambangannya bisa terbit?”
Masih kata Kades, “Saya juga diisukan oleh pihak perusahaan telah menyetujui bekas galian tambang perusahaan tersebut di Desa Gambus Laut dibuat kolam ikan sebagai ganti kewajiban reklamasi dan pascatambang, padahal semuanya itu sama sekali tidak benar, dan saya tantang dengan bukti, dan mereka tidak berani,” terang Zaharuddin.
Selain Kades Gambus Laut yang dibuat seperti pengakuannya itu, Salim Amiko selaku yang menjual lahannya kepada Sunani juga sudah menerangkan kepada sejumlah wartawan saat bertemu di Polda Sumut setelah membuat laporan di Bid Propam.
Salim Amiko mengatakan, “Saya dijumpai oleh pihak PT jS , mereka menekan dan membujuk agar saya tidak mengakui menjual lahan saya di Desa Gambus Laut dengan Sunani, dan tentu saya menolak. Lalu kata pihak PT JS , kalau saya menolak bekerja sama dengan mereka, saya akan dilaporkan ke pihak kepolisian." jelas Salim Amiko warga Desa Gambus Laut yang menjual tanahnya kepada Sunani, yang mana lahan tersebut lah yang menjadi objek pelaporan Sunani di Polda Sumut dengan alas hak yang sah dari pemerintah.
Salim Amiko lanjut mengaku sudah melaporkan oknum Kasubdit Kompol Holmes Saragih bersama beberapa bawahannya ke Presiden RI, Komisi III DPR RI, Kapolri, Irwasum Polri, Bareskrim Polri, Kadiv Propam Polri, Kompolnas, Bid Propam Polda Sumut belum lama ini.
Kemudian, Salim Amiko juga mengaku diintimidasi, ditekan agar tidak mengakui tandatangannya pada surat tanah yang dibeli Sunani darinya, dengan iming-iming laporan terhadap Salim Amiko oleh PT JS Indonesia bakal tidak dilanjutkan proses hukumnya,
“Jelas saya diperlakukan seenaknya oleh mereka, negara kita kan negara hukum, bukan negara koboi, makanya saya nekat membeberkan ini kepada teman-teman wartawan, ini saya baru selesai membuat laporan ke Bid Propam (Polda Sumut). Satu lagi mau saya sampaikan, dalam laporan PT JS terhadap saya, itu begitu aneh dan bisa-bisanya diterima pula. Sebab, saya yang melakukan jual beli tanah dengan Sunani, malahan PT JS yang keberatan dan membuat laporan polisi,” jelas Salim dengan mimik wajah marah sekaligus heran.
Sebelumnya, terkait kasus ini, Inspektur Tambang Wilayah Sumut dari Kementerian ESDM RI melalui Koordinator Suroyo kepada wartawan, pihaknya sebagai saksi ahli ketika dipanggil Polda Sumut sudah menjelaskan, bahwa memang benar telah terjadi pertambangan di luar koordinat, di luar wilayah izin pada pertambangan pasir kuarsa di Desa Gambus Laut, Kecamatan Lima Puluh Pesisir, Kabupaten Batubara.
Lalu, pada sekitar Januari 2024, Sunani didampingi Pengacaranya, DR Darmawan Yusuf SH, SE, M.Pd, MH, CTLA, Med, melaporkan PT JS Indonesia dan PT BUMI ke Polda Sumut atas dugaan pencurian pasir kuarsa dan pengerusakan lahan, di Desa Gambus Laut, Dusun V, milik Sunani, sesuai STTLP NOMOR: B/8#/I/2024/SPKT/POLDA SUMUT,.
Atas informasi ini didapat di Mapolda Sumut, sejumlah wartawan melakukan investigasi langsung ke Desa Gambus Laut. Ditemukan wartawan bekas lokasi tambang pasir kuarsa dibiarkan tanpa dilakukan reklamasi dan pascatambang, meski lokasi awal penambangan pasir tersebut sudah lama, bertahun-tahun ditinggalkan.
Pasir kuarsa hasil tambang tersebut diantar menggunakan truk tronton ke PT JS Indonesia, di KIM 2. Ternyata bukan disitu saja bekas galian tambang pasir kuarsa yang dibiarkan terbengkalai, di Desa Sukaramai, Kecamatan Air Putih –Batubara juga marak.
Tak berhenti sampai disitu, wartawaan kembali menelusuri ke lapangan, bahwa PT JS Indonesia juga diduga membeli tanah kaolin hasil tambang dari kawasan Desa Bandar Pulau Pekan, Kecamatan Bandar Pulau, Kabupaten Asahan, diduga dari pertambangan ilegal.
Dan ternyata, hasil tambang pasir kuarsa dan tanah kaolin tersebut digunakan untuk memproduksi keramik.
Ditanya tanggapan kuasa hukum Sunani, DR Darmawan Yusuf SH, SE, M.Pd, MH, CTLA, Med mengatakan, “PT JS Indonesia diduga sebagai penikmat utama dari penambangan pasir kuarsa yang diambil dari lahan klien kami.
Dalam konteks korporasi, ada doktrin Vicarious Liability. Apabila seseorang agen atau pekerja korporasi bertindak dalam lingkup pekerjaannya dan dengan maksud untuk menguntungkan korporasi, melakukan suatu kejahatan, maka tanggung jawab pidananya dapat dibebankan kepada perusahaan,”
“Dengan tidak perlu mempertimbangkan apakah perusahaan tersebut secara nyata memperoleh keuntungan atau tidak, atau apakah aktivitas tersebut telah dilarang oleh perusahaan atau tidak.
Lalu DR Darmawan Yusuf menegaskan, "Kalau ada isu yang beredar bahwa seolah-olah mereka beretikad baik sudah mau ganti rugi, itu tidak benar adanya, sebab bila memang beretikad baik mau mengganti rugi, tidak mungkin bertele-tele.
Dan kalau mereka (PT JS Indonesia dan PT BUMI) menyatakan bahwa surat tanah klien saya tidak ada, sehingga mereka tidak mau mengganti kerugian klien saya dengan cara damai. Makanya mereka tidak tahu, mana mungkin kalau klien kita tidak ada memberikan surat tanah kita ke mereka, namun mereka bisa ada.
Sudahlah, jangan suka diduga menggiring opini seolah-olah ada etikad baik. Dan pihak mereka melaporkan Salim Amiko kan menggunakan bukti awal surat tanah Sunani, emang surat itu bisa datang dari langit kalau bukan klien kita sebagai pemilik yang punya hak yang memberikan.?
Lalu terkait tambang PT BUMI dan diduga penikmat utama PT JS Indonesia, klien kami selaku masyarakat sudah membuat laporan ke KPK, Kejagung, Bareskrim Polri, Kejati Sumut terkait diduga tambang di luar izin, diduga merusak lingkungan dan tidak melakukan reklamasi pasca tambang, kami akan terus memantau prosesnya." kata DR Darmawan Yusuf yang lulus dari Fakultas Hukum USU dengan Predikat Cumlaude.
Perjalanan kasus tersebut, Subdit I Unit 4 Kamneg, Direskrimum Polda Sumut berhasil mengamankan dua unit ekscavator dari lahan Sunani, dan dibawa ke Mapolda Sumut sebagai barang bukti dugaan pencurian pasir kuarsa dan pengerusakan lahan.
Setelah itu, terbit surat jempUt paksa terhadap Chang Jui Fang selaku Direktur Utama PT JS Indonesia dan selaku Komisaris Utama pemilik saham mayoritas 98 % di PT Bina Usaha Mineral Indonesia (BUMI), pasalnya Chang Jui Fang selalu mangkir terhadap panggilan –panggilan Polda Sumut sebelumnya, dan sampai saat ini tak kunjung terjadi jemput paksa.
Masih terkait PT JS Indonesia dan PT BUMI, sudah pula dilaporkan masyarakat bernama Adrian Sunjaya ke Kejati Sumut, Kejagung, Kapolri, Bareskrim Polri dan KPK, atas dugaan merugikan negara pada pertambangan yang diduga merusak lingkungan.
Kepada Direktur Ditreskrimum Polda Sumut Kombes Pol Sumaryono, Direktur Ditreskrimsus Polda Sumut Kombes Pol Andry Setyawan hingga Wakapolda Sumut Brigjen Pol Rony Samtana, berulangkali dicoba lakukan konfirmasi, namun mengarahkan wartawan ke Kabid Humas Kombes Pol Hadi Wahyudi. Tetapi Kombes Hadi Wahyudi juga tak mau merespon konfirmasi yang dilakukan wartawan.
Kepada Chang Jui Fang, selalu berusaha dikonfirmasi wartawan, ratusan kali ditelepon, namun selalu kemudian memblokir nomor wartawan. Dikirimi konfirmasi melalui pesan WhatsApp dengan salah satu pertanyaan, mengapa Pak Chang Jui Fang selalu mangkir dari panggilan Polda Sumut?, tetap tak mau membalas.
Rentetan kasus ini, sejumlah wartawan sudah melaporkan pria bernama Haposan Siregar yang mengaku dari PT JS Indonesia atas dugaan menghalang-halangi kerja wartawan bahkan dugaan intimidasi dan melecehkan profesi wartawan, laporan dibuat di Polda Sumut, ditangani Ditreskrimsus.
Terkini, para wartawan juga tengah mempersiapkan pelaporan terhadap oknum-oknum lainnya, baik mengaku legal, perwakilan, atau pun siapa saja yang bermaksud menghalangi kerja mereka. (IH)