MEDAN- DeteksiNusantara. Com. Pasca ditetapkan sebagai tersangka seorang dengan jabatan Direktur dan beberapa orang lainnya dalam proses hukum sebagai tindak lanjut Laporan Pengaduan Sunani terhadap PT Jui Shin Indonesia dan PT BUMI milik Chang Jui Fang, sesuai STTLP Nomor LP/B/8#/I/2024/Polda Sumut, dugaan busuknya aroma komplotan mafia hukum semakin tercium.
Kondisi itu disampaikan Ketua LSM Gerakan Rakyat Anti Korupsi (Gebrak), Max Donald yang sampai saat ini tetap konsisten mengawal perjalanan kasusnya.
Kepada sejumlah wartawan Max mengatakan, "Ada apa Kabag Wassidik Ditreskrimum Polda Sumut AKBP Wahyudi Rahman SIK tiba-tiba melakukan gelar perkara khusus dengan memanggil korban/pelapor Sunani untuk hadir hari ini tanggal 4 Desember 2024, sedangkan surat undangan dikirim hari Senin 3 Desember 2024, jelas tampak begitu tergesa-gesa, kasus teroris sekalipun saya rasa tidak semendesak itu, tempo satu hari harus hadir," beber Max, Rabu (4/12/2024).
Sambungnya, "Diduga sejumlah oknum yang menangani laporan Sunani menerima upeti dari pihak tertentu, modusnya diduga dari gelar perkara khusus ini, mau ditutup dengan alasan kasus perdata atau diduga kalau tidak cukup kuat untuk menutup kasus, mau menggiringnya menjadi seolah kasus sengketa tambang, sengketa tanah, selain itu diduga lagi untuk menyelamatkan seorang Direktur yang sudah berstatus tersangka yang bisa terus berkembang status yang sama terhadap orang-orang di atasnya, atas dugaan pencurian pasir kuarsa dan pengerusakan lahan milik Sunani," jelas Max menambahkan, bau busuk mafia hukum semakin tercium.
Di tempat terpisah, Pengacara Kondang Dr Darmawan Yusuf SH SE MH MPd CTLA Mediator selaku kuasa hukum Sunani ditanyai wartawan soal adanya dugaan kasus yang dilaporkan kliennya kalau tidak berhasil ditutup mereka, hendak dialihkan menjadi kasus sengketa tambang, tanah atau lainnya, Pimpinan Law Firm Darmawan Yusuf Associates (DYA) itu menegaskan,
"UU Minerba tidak mengatur pencurian pasir kuarsa atau pengrusakan tanah. Tindak pidana ini merupakan tindak pidana umum yang diatur dalam Pasal 363 KUHP (pencurian) dan 406 KUHP (pengrusakan). Oleh karena itu, penerapan KUHP menurut saya sudah tepat." jelas Darmawan.
Lebih lanjut, "Perbuatan mengambil pasir kuarsa tanpa izin dan merusak tanah adalah tindak pidana umum murni yang diatur dalam KUHP yang tidak tergolong dalam pidana khusus, sengketa tambang atau administratif."
"Sengketa tambang terkait dengan batas wilayah atau izin operasional WIUP, sedangkan kasus ini menyangkut tindak pidana umum yang merugikan klien kami sebagai pelapor,"
"Fakta hukumnya, klaim adanya WIUP atau izin operasional tidak menggugurkan tindak pidana yang dilakukan. Ini yang dirugikan bukan hanya negara dari segi pajak tapi ada korban sunani disini yang tanahnya sudah jadi danau buatan dan pasir kuarsa yang bernilai telah diambil dan dikomersilkan menjadi produk. tetap itu adalah tindakan melawan hukum." tegasnya.
Kemudian Dr Darmawan Yusuf yang juga lulusan Cumlaude dari Doktor Fakultas Hukum USU ini mengatakan, Polda Sumut tidak perlu susah-susah untuk menindak terkait misal ada dugaan pidana tambang, mereka kan bisa berdiri sendiri melalui Ditreskrimsus, bisa membuat laporan Model A, tanpa ada masyarakat melaporkan, Polisi bisa menindaknya dengan Laporan Pendahuluan Model A yang dibuat oleh Polisi sendiri, lalu bisa dikembangkan dari lidik, sidik lalu penetapan tersangka.
Terkait seluruh informasi yang didapat wartawan di atas, kepada Kabag Wassidik AKBP Wahyudi Rahman dicoba konfirmasi, bahkan dicoba didatangi sampai ke depan ruangan kerjanya, tetapi tidak berhasil bertemu, mantan Kapolres Tanah Karo itu mengaku sedang kuliah zoom melalui telepon WhatsApp kepada wartawan .
Lalu kepada Direktur Ditreskrimum Kombes Pol Sumaryono juga dilakukan konfirmasi, kepada Direktur Ditreskrimsus Kombes Pol Andry Setyawan, lanjut kepada Wakapolda Brigjen Pol Rony Samtana hingga pucuk pimpinan Kepala Polda Sumut Irjen Pol Whisnu Hermawan Februanto, semuanya tidak mau membalas pesan konfirmasi yang dilayangkan, begitu juga ketika ditelepon ke nomor WhatsApp mereka, tidak mau mengangkat, dan terakhir hendak dijumpai pula di kantornya, tidak berhasil.
Sebelumnya diberitakan, bahwa lahan milik Sunani berdampingan tepat dengan lokasi tambang pasir kuarsa PT BUMI (Bina Usaha Mineral Indonesia) di Desa Gambus Laut, Dusun V, Kecamatan Lima Puluh Pesisir, Kabupaten Batubara. Di lokasi tersebut lah letak pasir kuarsa milik Sunani yang diduga dicuri dan lahannya dirusak, kemudian Sunani didampingi Pengacara Kondang Dr Darmawan Yusuf melaporkan PT Jui Shin Indonesia dan PT BUMI ke Polda Sumut.
Sekitar Agustus 2024, 2 unit ekscavator berhasil diamankan Subdit 1 Kamneg Ditreskrimum Polda Sumut dari lahan milik Sunani, Chang Jui Fang juga disebut -sebut selalu mangkir dari panggilan Polda Sumut.
Kementerian ESDM Inspektur Tambang wilayah Sumatera Utara melalui Koordinator Suroyo sebelumnya juga sudah menjelaskan, bahwa pertambangan di Desa Gambus Laut memang sudah di luar koordinat, sehingga operasionalnya tidak sesuai dokumen RKAB. Begitu juga bersama Pemprov Sumut Dinas Perindustrian dan Perdagangan ESDM yang juga turut turun ke lokasi.
Selain ke Polda Sumut, PT Jui Shin Indonesia dan PT BUMI juga dilaporkan ke Kejati Sumut, KPK, Kejagung dan Mabes Polri atas dugaan merugikan negara.
"Pasir kuarsa yang ditambang dari luar kordinat lalu dijadikan keramik untuk dikomersilkan, tentu pajaknya atau keuntungannya tidak masuk ke negara, sementara lingkungan sudah rusak, itu jelas menjadi kerugian negara. Lebih lagi, bekas lokasi galian tambang tidak dilakukan reklamasi dan pascatambang, itu jelas bisa dijadikan bukti kejahatan," tegas Max beberapa waktu lalu.(IH)