MEDAN - DeteksiNusantara.Com. Hari ke - 4 sejumlah wartawan menunggui Kabag Wassidik Ditreskrimum Polda Sumut, AKBP Wahyudi Rahman SIK (foto-kiri atas), barulah menuai jawaban. Jumat (24/1/2025).
Saat keluar ruangan kerjanya, diwawancara 'doorstop', mantan Kapolres Tanah Karo itu mengungkapkan ditanya soal status 2 ekscavator PT Jui Shin Indonesia yang tiba-tiba raib dari lokasi penyimpanan barang bukti Mapolda Sumut?
"Itu Kasubdit 1 yang nangani ya.. kalau kami Wassidik itu sama Pak Direktur,' ungkap AKBP Wahyudi Rahman.
Lanjut ditanya wartawan. Karena ada gelar perkara khusus (2 ekscavator dikembalikan atau dilepas?)
"Tidak, itu SOP dari Pak Dir," sambung AKBP Wahyudi Rahman sembari mengarahkan konfirmasi dilanjutkan ke Bid Humas.
Terus dicecar wartawan pertanyaan, bahwa kasus tersebut diduga akan dihentikan dengan dalih merupakan kasus perdata. Padahal Direktur perusahaan sudah tersangka?
"Oh itu tidak, tidak mungkin kami tutup kasusnya"
Soal dugaan menerima upeti terkait gelar perkara khusus?
"Itu gak, gak ya," tutup AKBP Wahyudi Rahman siang itu sambil berjalan meninggalkan kerumunan wartawan.
Sebelumnya, sejak sekitar Januari 2024 lalu Laporan Pengaduan telah dibuat Sunani ke Polda Sumut dengan Nomor STTLP B/8#/I/2024, terlapor PT Jui Shin Indonesia dan PT BUMI atas dugaan mencuri pasir kuarsa dari lahan Sunani dan merusak lahan Sunani di Desa Gambus Laut, Dusun V, Kecamatan Limapuluh Pesisir, Kabupaten Batubara.
Kasus tersebut bergulir, ditangani Subdit I, Kamneg (Ditreskrimum-Polda Sumut), pada sekitar Maret 2024, setelah melalui gelar perkara, 2 unit ekscavator PT Jui Shin Indonesia berhasil diamankan dibawa ke Mapolda Sumut, dijadikan barang bukti, Direktur dan beberapa karyawan ditetapkan sebagai tersangka.
Kabar tersebut sontak mendapatkan apresiasi dari berbagai elemen masyarakat, mahasiswa, LSM, hingga pemerhati lingkungan. Pasalnya, aktivitas pertambangan pasir kuarsa di Kabupaten Batubara terutama Kecamatan Limapuluh Pesisir, masyarakat sangat merasa resah. Sebab diduga kuat merusak lingkungan, mengakibatkan banyak kerugian negara, buktinya hingga detik ini tidak dilaksanakan reklamasi dan pascatambang.
Ditambahkan Ketua LSM Gerakan Rakyat Anti Korupsi (Gebrak), "Sangat miris bila sampai barang bukti pengerusakan. Apalagi diduga terhadap lingkungan bahkan diduga merugikan negara yang sudah berhasil diamankan, lalu kemudian bisa keluar dari Mapolda Sumut tanpa melalui proses persidangan."
"Kita minta Kapolda Sumut Irjen Whisnu Hermawan Februanto menjelaskan kepada publik mengapa bisa begitu? Padahal Pak Presiden Prabowo sudah menginstruksikan baik ke Kapolri, penegakan hukum terhadap perusahaan melanggar hukum harus tegas, terutama yang merugikan masyarakat, merugikan negara, soalnya seperti ini, pertambangan." tegas Max Donald.
*** Dr Darmawan Yusuf Tanggapi Soal Kliennya Diundang Gelar Perkara Khusus Mencurigakan
Dimana gelar perkara khusus itu memanggil korban/pelapor Sunani untuk hadir pada 4 Desember 2024 di ruangan gelar perkara Bagian Wassidik Ditreskrimum Polda Sumut, sedangkan surat undangan dikirim kepada Sunani Senin 3 Desember 2024, yang begitu jelas tergesa-gesa dan dipaksakan.
"Apa Bapak Kabag Wassidik berani melawan hukum dan diduga membuat saksi ahli seolah-olah kasus ini bukan Pidana. Karena pendapat ahli itu hanya sifatnya rekomendasi, bisa dipakai, bisa juga tidak." jelas Dr Darmawan Yusuf.
Lebih lanjut, "Dalam kasus ini sudah ditetapkan tersangka dari hasil gelar perkara, berarti sudah terpenuhi alat bukti. Terlepas terlapor mau bersalah atau tidak, biarkan pengadilan yang memutuskan." tutur Pengacara Kondang Dr Darmawan Yusuf SH SE MH MPd CTLA Mediator, kuasa hukum Sunani.
Ditanyai wartawan lagi soal adanya dugaan kasus yang dilaporkan kliennya, kalau tidak berhasil ditutup mereka, hendak dialihkan menjadi kasus sengketa tambang, tanah atau lainnya, Pimpinan Law Firm Darmawan Yusuf Associates (DYA) itu menegaskan,
"UU Minerba tidak mengatur pencurian pasir kuarsa atau pengrusakan tanah. Tindak Pidana ini merupakan tindak Pidana Umum yang diatur dalam Pasal 363 KUHP (pencurian) dan 406 KUHP (pengrusakan). Oleh karena itu, penerapan KUHP menurut saya sudah tepat." jelas Darmawan.
Lebih lanjut, "Perbuatan mengambil pasir kuarsa tanpa izin dan merusak tanah adalah tindak Pidana Umum murni yang diatur dalam KUHP, yang tidak tergolong dalam Pidana Khusus, sengketa tambang atau administratif."
"Sengketa tambang terkait dengan batas wilayah atau izin operasional WIUP. Sedangkan kasus ini menyangkut tindak Pidana Umum yang merugikan klien kami sebagai pelapor,"
"Fakta hukumnya, klaim adanya WIUP atau izin operasional tidak menggugurkan tindak Pidana yang dilakukan. Ini yang dirugikan bukan hanya negara dari segi pajak, tapi ada korban Sunani disini, yang tanahnya sudah jadi danau buatan dan pasir kuarsa yang bernilai telah diambil dan dikomersilkan menjadi produk. Tetap itu adalah tindakan melawan hukum." tegasnya.
Kemudian Dr Darmawan Yusuf yang merupakan lulusan Cumlaude dari Doktor Fakultas Hukum USU ini mengatakan, Polda Sumut tidak perlu susah-susah untuk menindak terkait misal ada dugaan pidana tambang, mereka kan bisa berdiri sendiri melalui Ditreskrimsus, bisa membuat laporan Model A, tanpa ada masyarakat melaporkan, Polisi bisa menindaknya dengan Laporan Pendahuluan Model A yang dibuat oleh Polisi sendiri, lalu bisa dikembangkan dari Lidik, Sidik lalu penetapan tersangka.
Sedikit mengingatkan, Kementerian ESDM RI melalui Inspektur Tambang Wilayah Sumatera Utara dalam fungsi pengawasan, oleh Koordinator, Suroyo sudah menegaskan, sebagai saksi ahli yang dipanggil Polda Sumut, pihaknya sudah menerangkan bahwa benar pertambangan pasir kuarsa di Desa Gambus Laut, Kabupaten Batubara di luar WIUP (kordinat), yang ditentukan. (Indra hasibuan)
« Prev Post
Next Post »